(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({ google_ad_client: "ca-pub-1331096507967857", enable_page_level_ads: true }); Kampung Naga Wisata Unggul Indonesia -->

Kampung Naga Wisata Unggul Indonesia

Kampung Naga Wisata Unggul Indonesia

Nama kampung Naga bagi orang Tasikmalaya mungkin tidak asing lagi atau,  mungkin bagi masyarakat Jawa Barat. Karena kampung naga merupakan salah satu kampung wisata budaya unggulan Jawa Barat yang terkenal bukan hanya di Jawa barat bahkan sampai ke manca negara. Maka, tak aneh jika setiap harinya  kampung naga ini dipadati oleh para wisatawan baik lokal, domestik dan wisatawan manca negara.
kampung naga wisata unggulan indonesia

Lalu kenapa kampung naga dijuluki kampung wisata budaya?

Rupanya yang menjadi jawaban pertanyaan tersebut adalah karena sampai saat ini masyarakat kampung Naga masih tetap menjaga serta melestarikan warisan adat istiadat dan budaya para leluhurnya secara total dalam perilaku keseharian kehidupan mereka. Baik dalam menjaga hubungan mereka dengan sang pencipta, sesama makhluk hidup serta dengan lingkungan sekitarnya, sehingga terciptanya keharomnisan dan keseimbangan alam.

Secara administratif kampung Naga berada di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya. Lokasinya tidak terlalu jauh dari jalan provinsi yang menghubungkan kota Garut dengan kota Tasikmalaya.

Daerahnya sangat subur karena dilalui oleh sungai Ciwulan yang berhulu di hutan gunung Cikuray di daerah Garut. Di sebelah barat kampung Naga ada sebuah bukit dan hutan keramat , tempat dimakamkannya para leluhur masyarakat Kampung Naga. Sedangkan disebelah selatan terhampar luas hijaunya pesawahan.

Jarak dari kota Tasikmalaya ke kampung Naga lebih kurang 30 km, sedangkan kalau dari kota Garut hanya sekitar 26 km.  Untuk mencapai tempat ini dari jalan raya Garut-Tasik kita harus menuruni jalan yang bersengket kurang lebih 500 meter, setelah itu kita akan sampai dipinggir sungai Ciwulan. Perjalanan dilanjutkan dengan menapaki jalan setapak dipinggiran sungai ciwulan hingga berakhir di perkampungan kampung Naga.

Begitu masuk digerbang kampung Naga, Anda akan langsung dapat membedakan kampung Naga dengan perkampungan lain pada umumnya. Karena diantaranya semua bangunan rumah di kampung Naga berupa rumah panggung yang terbuat dari bahan kayu yang atapnya terbuat dari ilalang dan ijuk karena menurut aturan adatnya harus seperti itu. Rumah warga kampung Naga semua menghadap ke arah tenggara atau selatan dan atap bangunan memanjang kea rah timur-barat. Semua bangunan rumah tidak dicat sintetis mereka hanya menggunakan kapur (labur) atau cat meni.

Anda dijamin merasa betah karena lingkungannya sangat asri dan bersih disetiap halam rumah tidak ada sampah yang berserakan atau pun rerumputan liar. Setiap bangunan rumah satu dengan rumah yang lainya dibatasi dengan bebatuan yang disusun rapi.

Menurut Kuncen (Tokoh) Kampung Naga, bahwa semua warga kampung Naga berprofesi sebagai petani. System pertanian di kampung Naga berbeda dengan umumnya mereka masih menggunakan cara-cara yang dicontohkan oleh para leluhurnya. Contohnya bibit padi yang ditanam sampai sekarang ini  masih menggunakan bibit padi yang dinamakan Pare Gede. Adapun alasan mereka masih tetap menggunakan bibit pare gede tersebut yaitu sebagai penghormatan kepada Nyi Dewi Sri atau Nyai Pohaci yang dipercaya sebagai dewi yang menyebarkan padi di dunia.

Begitu pula dalam system pengolahan gabah menjadi beras mereka tidak pernah menggunakan mesin penggilingan padi modern, tetapi hanya dengan cara menumbuknya pada sebuah lesung ( lisung).

Warga kampung naga, bukan berarti menolak adanya teknologi tapi mereka lebih memilih teknologi alamiah. Contohnya untuk menjaga kelestarian hutan mereka hanya mengunakan kata pamali sehingga tidak ada yang pernah berani untuk menganggu hutan tersebut.

Kata pamali mengandung arti larangan yang dipercaya mempunyai kekuatan, sehingga barang siapa yang berani melanggar akan menanggung akibatnya. Selain itu masyarakat kampung Naga tidak pernah memanfaatkan teknologi informasi seperti, televisi, handphone, komputer dll. Bahkan tidak pernah mengenal listrik karena mereka khawatir jika listrik masuk akan merubah gaya hidup warga kampung Naga. Sebagai gantinya mereka hanya menggunakan setroom dari accu saja.

Selain menggunakan kata pamali  yang artinya sama denagan kata “haram” dalam bahasa agam Islam, juga dikekang oleh beberapa larangan (pantrangan) yang tidak boleh dilanggarnya. Diantaranya yaitu:

1.    Tidak boleh menceritakan asal usul kampung Naga pada hari Selasa, Rabu, dan Sabtu.
2.    Tidak boleh melaksanakan hajatan-hajatan seperti khitanan, menikahkan pada bulan Safar dan bulan Ramadhan (puasa).

3.    Dilarang melakukakan niatan (kegiatan) pada hari-hari nahas (naas). Hari-hari nahas (naas) ini telah ditentukan pada setiap bulannya, seperti Bulan Sura (Muharam) naasnya yaitu hari Sabtu-Minggu tanggal 11 dan 20, bulan Safar hari Sabtu-Minggu tanggal 1, 20, bulan Mulud hari Sabtu- Ahad tanggal 1, 15, bulan Silih Mulud hari Senin- Selasa tanggal 10 dan 14 dan sterusnya.
     
     Baca Juga Bukit Panyaweuyan Surga di Atas Awan

4.  Tidak boleh mementaskan kesenian dari luar kampung Naga selain kesenian asli warga kampung Naga seperti terebangan, angklung, beluk, kidung dan pantun.

Selain itu ada beberapa upacara adat yang tidak boleh dilanggar diantaranya, upacara adat Hajat Sasihan, upacaraadat Pareresan, upacara adat Pangantenan dll.

Upacara Hajat Sasihan merupakan upacara adat syukuran kepada Allah Swt dan kepada Rasul Nabi Muhamad Saw, yang telah melimpahkan kesehatan keberkahan serta hasil panen yang berlimpah sekaligus merupakan penghormatan kepada leluhur karuhun masyarakat Kampung Naga nyaitu Eyang Singaparna yang dianggap yang menurunkan keturunan warga Sanaga.

Upacara adat sasihan diselenggarakan secara besar-besaran yang diikuti oleh seluruh warga Sanaga. Upacara adat ini dilaksanakan pada bulan Sura (Muharam), bulan Mulud, bulan Jumadil Akhir, bulan Rewah, bualan Sawal Puasa dan bulan Rayagung yang bertempat di Bale Patemon Kampung Naga.
Adapun kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan pada Hajat sasihan ini diantaranya yaitu mengganti pagar bamboo dan memberihkan makam Bumi Ageung (Makam Eyang Singaparna), memandikan barang-barang pusaka, (beberesih) mandi di sungai Ciwulan, membaca tahlil dan doa bersama diakhiri makan bersam di Bale Patemon.
Simpulan :
Kampung Naga dan para warganya dapat dijadikan contoh dalam menjaga keutuhan sumberdaya alam dan social budaya yang baik tidak mudah terpengaruh oleh budaya-budaya asing. Selain dari pada itu ternyata bahwa primitifitas atau adat istiadat asli warisan nenek moyang itu telah menjadi ikon pariwisata dan bahan observasi yang sangat menarik.
Warga kampung Naga bukan hanya beretika dengan Tuhan-Nya akan tetapi mereka juga mampu  beretika  dengan lingkungan sekitar dimana mereka berada.
Catatan :
Bila Anda akan berkunjung ke Kampung Naga hendaknya diwaktu-waktu penyelenggaraan ritual warga kampung Naga, agar Anda bisa menyaksikan pelaksanaannya.
Happy Traveling !
Baca Juga : Bukit Panyaweuyan Surga di Atas Awan



Share this:

Disqus Comments